"Sesungguhnya syariat yang diberkahi ini terpelihara (Ma'shum)
sebagaimana pembawanya (Muhammad) saw dan umatnya yang bersepakat (berijma')
akan persoalan tertentu juga terpelihara"
Sebagai penguat akan statemen diatas, sang pakarpun mengemukakan
dua bukti penting sebagai berikut:
Pertama: Bukti yang sudah jelas termaktub dalam Al-Qur'an. Sepertimana
beberapa firman-Nya berikut:
"Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya" (QS. Al Hijr:
9)
"(Inilah) suatu
kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi" (QS. Hud: 1)
"Dan Kami
tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi,
melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan
godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan
oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya." (QS. Al-Hajj: 52)
Melalui
serangkaian ayat-ayat diatas, Allah swt menginformasikan bahwa Ia akan
memelihara dan mengokohkan ayat-ayat-Nya (Al-Qur'an), sehingga tidak akan termodefekasi
oleh tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab.
Begitu juga dengan
hadist-hadist Nabi saw, walaupun tidak disebutkan pada teks ayat-ayat diatas,
tetapi ianya sudah termasuk bagian dari Al - Qur'an. Karena kedua-duanya saling
menguatkan satu dengan yang lain. Seperti firman-Nya:
"Pada hari
ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS. Al-Maidah: 3).
Abu Amru
Ad-Dany dalam kitab "Tabaqat Al-Qurra" menceritakan dari Abi Al-Hasan
Bin Muntab, ia berkata:
Suatu hari
ketika saya berada bersama Al-Qady Abi Al-Ishaq Ismail Bin Ishaq, lalu
seseorang bertanya kepadanya: Kenapa diperbolehkan terjadinya perubahan dalam Taurat
sedangkan terhadap Al-Qur'an hal itu tidak terjadi? Lalu Al-Qady menjawab:
Allah swt berfirman tentang ahli Taurat:
"Sesungguhnya
Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang
menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh
nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan
pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara
kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya…." (QS.
Al-Maidah:44).
Oleh karena Allah
swt telah mewakilkan pemeliharaan kitab Taurat kepada mereka, maka terjadinya
perubahan tersebut sangat memungkinkan.
Sedangkan terhadap
Al-Qur'an Allah swt berfirman:
"Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya"
(QS. Al Hijr: 9).
Karena Allah swt
sendirilah yang memelihara Al - Qur'an, maka terjadinya perubahan tersebut sangat
tidak mungkin terjadi.
Begitu juga
tentang kejadian-kejadian aneh ketika Nabi Muhammad saw diutus, dilarangnya para
syaithan mencuri dengar pembicaraan para Malaikat tentang apa yang akan terjadi
di bumi, tidak berdayanya para pakar bahasa Arab membuat satu ayat saja seperti
layaknya Al-Qur'an. Semua ini merupakan bentuk pemeliharaan Allah swt terhadap
keafsahan teks-teks Al-Qur'an. Pemeliharaan ini bersifat abadi sampai datangnya
hari kiamat. Maka semua hal ini, merupakan bukti akan terpeliharanya syariah
dari perubahan dan penggantian.
Kedua: Berupa realita yang kita temukan sejak zaman Nabi Muhammad saw
hingga saat ini. Yaitu Allah telah menyediakan para penyeru ummat untuk
memelihara dan membela syari'ah, baik secara universal maupun parsial.
Terhadap
Al-Qur'an, Allah swt telah menentukan bagaimana Ia memeliharanya. Andaikan saja
terjadi perubahan satu hurup saja dalam Al-Qur'an, maka Allah swt akan mengutus
ribuan hafidz-hafidz cilik sebelum para hafidz-hafidz dewasa turun tangan.
Seperti inilah
apa yang berlaku terhadap syariat secara universal. Allah swt telah menentukan para
intelektual spesialis yang mumpuni dari setiap diskursus ilmu pengetahuan.
Sebagian dari mereka
(kaum inteletual) tersebut ada yang pergi berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan
bertahun-tahun untuk mempelajari bahasa Arab. Sehingga mereka menguasai bahasa
syariah (Al Qur'an dan Hadist) itu dengan baik. Karena bahasa Arab merupkan
pintu pertama dari beberapa pintu yang harus dilewati dalam memahami syariah,
dan karena syariah diturunkan dalam keadaan berbahasa Arab.
Allah swt juga menyediakan
para intelektual (ahli bahasa Arab) yang meneliti tentang perubahan kata dalam
bahasa ini, seperti cara bertutur dan tata bahasanya. Sehingga dapat memudahkan
bagaimana memahami teks-teks Al Qur'an dan Hadist.
Allah swt juga telah
menyediakan para cendekiawan (muhadditsin) yang meneliti tentang keotentikkan Nash-nash
hadist Nabi saw melalui para periwayat yang kuat hafalannya, adil dalam menyampaikan
hadist-hadist tersebut. Sehingga mereka dapat membedakan mana yang valid (shahih) dan mana yang Valid (Maudu').
Begitu juga
dalam hal menerangkan antara mana yang Sunnah dan mana yang Bid'ah, Allah
swt menjadikan beberapa dari hambanya para peneliti tentang tujuan-tujuan
syariah yang tertuang dalam Al-Qur'an dan hadist, tentang apa yang telah
dilakukan oleh para Salafusshalih, serta apa yang telah menjadi
kebiasaan para Sahabat oleh Tabi'in. Mereka menolak para ahli Bid'ah
dan para pemuja hawa nafsu. Sehingga nampak mana diantara mereka aktivis
kenenaran dan mana dari mereka aktivis hawa nafsu.
Allah swt juga telah
mengutus dari hambanya para ahli qira'at yang mempelajari bacaan
Al-Qur'an dengan cara bertatap muka langsung dengan para sahabat. Lalu kemudian
mereka mengajarkan apa yang telah mereka dapat kepada para generasi
selanjutnya. Demi menjaga persatuan ummat terhadap apa yang ditulis dalam mushaf-mushaf
Al-Qur'an.
Allah swt juga telah
menyediakan sekelompok manusia sebagai pembela agamanya, melawan kerancuan
dengan nalar intelektualitasnya, memikirkan tentang kerajaan langit dan bumi;
menggunakan kemampuan nalar, mengandalkan diri mereka sendiri dalam meneliti
sebuah objek penelitian siang dan malam dengan penuh rasa senang dan bahagia. Sampai
kemudian, mereka menemukan keunikan ciptaan Allah swt yang ada di langit dan di
bumi. Merekalah kaum yang mengetahi tentang penciptaan lalu menunaikan
hak-haknya dengan baik. Jika ada yang membantah tentang agama Islam, atau ada
seseorang musuh yang mengkritisi apa yang ada didalamnya (agama islam), mereka
akan melumarkannya dengan bukti yang tak terbantahkan. Maka mereka para tentara
Islam dan para pemilahara Agama.
Allah swt juga
telah mengutus dari mereka para cerdik pandai yang mampu memahami apa yang
datang dari Allah dan Rasul-Nya. Lalu kemudian mereka mengeluarkan hukum-hukum
dari apa yang telah mereka pahami dari tujuan-tujuan syariah dalam Al-Qur'an
dan hadist-hadist tersebut, baik berdasarkan teks (syariah) yang tersurat
maupun yang tersirat. Sehingga dengan hal itu, mereka mampu menganalisa
hukum-hukum kontemporer yang belum ada dalil jelasnya dalam nash-nash syariah.
Lalu dengan metode yang mereka gunakan ini, para generasi selanjutkan tidak
akan menemukan kesulitan dalam berinteraksi dengan permasalahan-permasalahan
kontemporer (yang memerlukan keterangan hukum) selanjutnya.
Beginilah fakta
dan realita yang terjadi dilapangan, apapun spesialisasi ilmu pengetahuannya,
selama ia masih berkaitan dengan cara memahami syariah. Allah swt akan selalu
mengutus dan menyediakan para pakar disetiap spesialisasi tersebut. Agar
syari'ah ini tetap terjaga dan terpelihara sampai datangnya hari kiamat kelak.
Pelajaran yang
dapat dipetik:
Dari apa yang telah
dipaparkan oleh Imam Syatibi diatas, kita dapat mengambil sebuah nasehat
(ibrah) yang sangat berharga sebagai suplemen penggerak langkah kita meneruskan
perjuangan suci Baginda Nabi ini.
Nabi yang tidak
mewariskan kepada kita (umatnya) Dinar atau Dirham, tapi Beliau mewariskan
kepada kita dua pusaka suci berupa Al-Qur'an dan Hadist yang harus kita pegang
selamanya agar selamat dalam mengarungi kehidupan dunia dan akhirat.
Agar kedua
pusaka suci itu terikat kuat dalam pegangan, tentunya kita harus mempelajari
dan memahami isi kandungannya dengan baik dan benar, sesuai dengan maqashid
pemiliknya. Tidak ada cara untuk memahami kandungan kedua kitab suci itu dengan
baik kecuali dengan menguasai bahasa tutur yang digunakan dalam kedua pusaka
suci itu. Yakni bahasa Arab. Dikarenakan bahasa Arab hanyalah pintu pertama
dari beberapa pintu untuk membuka kandungan-kandung dua pusaka suci diatas, maka
diperlukanlah disiplin-disiplin ilmu yang berkaitan erat dengannya (dua pusaka
suci), seperti ilmu tafsir, ilmu hadist, fiqh; dan lain sebagainya.
Jadi, bagi kita
yang saat ini sedang mengembara jauh meninggalkan Tanah Air untuk menggali dan
memahami bahasa Arab dan beragam disiplin ilmu syar'ah lainnya, sudah saatnya
menyadari bahwa Allah swt telah mengamanahkan pemeliharaan syariah-Nya
dipundak-pundak kita.
Kita yang saat
ini telah datang dari penjuru Tanah Air menuju Negeri penutur bahasa Arab sudah
saatnya bangun dari tidur panjang, dan tegak berdiri meluruskan niat. Mengambil
bagian kita masing-masing. Agar kita termasuk jundi-jundi Islam yang memelihara
agamanya dari rongrongan musuh yang selalu mengintai di seluruh sudut ruangan.
Lengah sedikit saja kita akan mati menggelepar. Mengenaskan. Tertelan racun
serangga dunia yang menggiurkan.
Ambil segera
pena-pena yang berserakan tertimbun kasur empuk dan selimut tebal itu. Rapikan
segera kertas-kertas yang berhamburan tergadaikan oleh media-media sosial yang
takkan ada hujung penghabisannya itu.
Gunakan kecerdasan
otak yang dianugerahkan Tuhan itu dengan sebaik-baiknya. Agar ia tak beku oleh
salju. Usang ditelan kemarau. Jangan sampai ia terkubur dalam keadaan original
tak pernah terpakai.
Kawan, bukankah
diatas telah diujarkan bahwa Allah swt memelihara syariat ini dengan pena-pena
dan kertas-kertas, dengan kekuatan-kekuatan daya ingat otak cerdas yang Ia
anugerahkan kepada hamba-hamba yang terpilih. Ia tidak memelihara syariat ini
dengan pedang, bukan juga dengan timah-timah panas yang dimuntahkan dari
selongsong-selongsong peluru, apalagi dengan bom peledak massal.
Jadi, terakhir,
dan sekali lagi. Mari ambil bagian kita masing-masing. Jadilah ahli-ahli bahasa
Arab, Jadilah pakar-pakar Tafsir Hadist, jadilah montir-montir Fiqh Ushul. Agar
kita termasuk dalam golongan ahli waris para nabi-nabi yang tak mewariskan
dirham, dinar atau emas kepada setiap umatnya, tetapi yang mereka wariskan
adalah sesuatu yang jauh lebih berharga dari semua itu, yaitu ilmu pengetahuan.
Wallahu A'lam Bisshawab.
**Artikel ini
merupakan terjemahan bebas dengan beberapa ringkasan, perubahan dan menyesuian
teks dari kitab Al-Muwafaqat (berusaha) tanpa merubah intisari kandungan yang
ada dalam kitab tersebut.
Jum'at, 29
Januari 2015. Pukul. 01:10 - dalam kebekuan malam Kota Merah.
Penerjemah: Herdiansyah Amran, Lc.
Mahasiswa S2 Universitas Qady Ayyad - Marrakech. Spesialisasi "Fikih Kontemporer Modern". Telah menyelesaikan S1 di Universitas Hassan II - Mohammedia, spesialisasi "Fikih Ushul" dengan judul skripsi "Peran Maqashid Syri'ah Dalam Ijtihad".
Penerjemah: Herdiansyah Amran, Lc.
Mahasiswa S2 Universitas Qady Ayyad - Marrakech. Spesialisasi "Fikih Kontemporer Modern". Telah menyelesaikan S1 di Universitas Hassan II - Mohammedia, spesialisasi "Fikih Ushul" dengan judul skripsi "Peran Maqashid Syri'ah Dalam Ijtihad".
0 komentar:
Posting Komentar