Kamis, 04 Desember 2014

RESENSI: Karya Prof. Dr. Ahmad Raisuni (II)

Resentator: Fakih Abdul Azis*


Judul                :Maqashidul Maqashid

Pengarang        : Prof. Dr. Ahmad Raisuni ( Wakil Ketua Persatuan Ulama Islam Se-Dunia )

Tebal Halaman: 175 Halaman

Penerbit            : Dar Arabia lin-Nasr wa Abhats, Beirut , Lebanon

Cetakan            : Pertama, 2013

Launching        : 4 Agustus 2013 ( 27 Ramadhan )

Kitab ini termasuk kitab yang baru keluar  dari percetakan Pusat Studi dan Riset Maqashid yang mana disini Dr. Raisuni sebagai Direktur dalam bidang keilmuan. Judul kitab ini termasuk judul yang sangat tinggi dalam bidangnya, yang mana seperti tertulis di kitabnya "Akhir Puncak Intelektual dan Pengaplikasian Maqashid Syariah". Didalam kitab ini terkandung  3 bab pembahasan, yaitu pertama "Maqashidul Maqashid dalam memahami Alqur’an dan Hadits" kemudian dilanjutkan yang kedua yaitu "Maqashidul Maqashid dalam fiqh dan Ijtihad Fiqh" dan terakhir "Tujuan Intelektual dari Maqashid". 

Yang bisa kita simpulkan dari kitab ini adalah bahwasanya pembahasan yang pertama dan kedua itu termasuk dari akhir ke-intelektual-an Maqashid atau katakanlah Teorinya, kemudian yang pembahasan terakhir adalah tentang akhir dari pengaplikasiannya. 

Bagusnya kitab ini adalah mengumpulkan antara dua sisi, yaitu dari sisi Intelektual dan Implementasinya. Dorongan kuat Dr. Raisuni dalam mengarang kitab ini adalah untuk menghadapi orang-orang yang ngawur dalam memahami Maqashid dan Ahli Maqashid yang melecehkan Nash Qur’an dan hadits. Karena mereka memahaminya dari segi Maqashidnya saja dengan mengabaikan isi  Nash tersebut. 

Dr. Raisuni  menolak pendapat mereka dan menulis didalam kitabnya di halaman pertama dengan perkataan "...dan seharusnya segi Maqashid yang benar adalah dengan memahami isi Nash juga, karena isi nash itu mempunyai banyak makna yang tersirat".

Ajakan untuk Interpretasi Maqashid.

Satu diantara yang dikenalkan di kitab Dr. Raisuni "Maqashidul Maqashid" yaitu tentang ajakannya kepada ulama dan ahli tafsir untuk selalu menjaga tujuan keseluruhan dari Al-Qur’an itu sendiri (Maqashid Kulliyah Lil Qur’an). Ini bukan hanya sebagian Maqashid Ayat ataupun Maqashid tiap-tiap Surah. Lebih menyeluruh. Maka dari itu, Beliau dalam kitabnya ini meletakkan Maqashid Al-Qur'anul Karim ini dalam pembahasan yang pertama.

Maqashid Umum dari Al-Qur’an menurut Dr. Raisuni bahwa "Alqur’an diturunkan adalah menjelaskan kepada manusia untuk menjaganya, mengarahkan manusia untuk selalu mengamalkan ajaranya, baik itu dari segi ayat yang mengandung Akidah, Hukum-hukum; Sastra-sastranya, Kisahnya dll.

Sebagai misal satu contoh Maqashid Alqur’an adalah untuk memberi hidayah kepada orang awam,

إن هذا القران يهدي للتي هي اقوم . (الاسراء: 9) 

Beliau juga menyadur pendapat ulama terdahulu mengenai Maqashid Alquran ini, mulai dari pendapat Imam Ghazali dalam kitabnya Jawahirul Qur’an, Ibnu Abdussalam dalam kitabnya Qawaidul Ahkam fi Masholihil Anam, Imam Al Buqqa’i dalam kitabnya Nadzmud Duror fi Tanasubil Ayati Wassuwar, Rachid Ridha, dan terakhir pendapat Ibnu Asyur dalam tafsirnya. 

Kemudian Beliau juga menambahkan Maqashid baru didalam tujuan Al-Quran, yaitu yang dinamakan "Tujuan menjaga Pemikiran dan pandangan Lurus" bukan hanya sekedar menjaga Akal (Hifdzu Aql)

Satu diantara contoh dari menjaga pemikiran adalah tidak ada hukum kecuali ada dalil, dan harus menggunakan perantara ilmu, riset, dan pemahaman. Baik itu dari pendengaran, penglihatan. Serta harus merenungi setiap cerita keteladanan  sambil menjauhi  kerancauan dalam metode berpikir (Taklid buta, Persangkaan, ikut kebohongan). Menjauhi  kompromi dari sesuatu yang jelas berbeda dan membedakan sesuatu yang jelas sudah sesuai. 

Dr. Raisuni menuturkan sedikitnya ada lima tujuan akhir ke-intelektualan Maqashid Alqur’an. Dan mempertimbangkan bahwa Maqashid Qur’an adalah sesuatu yang seyogyanya harus dijadikan kriteria dan timbangan para Ahli Tafsir dalam setiap metodenya dan interpretasinya. Karena dengan mengetahuinya, menjaganya Mufassir akan bisa berjalan sesuai koridor Maqashid dan Istinbath Hukum dari Alquran tanpa tambahan dan pengurangan. Dan inilah yang dinamakan "Interpretasi Alqur’an dalam Tinjauan Maqashidnya".
 
saya dengan Dr. Ahmad Raisuni
Perubahan yang Mengglobal

Dengan perkembangan teknologi semua orang di dunia ini bisa saling mengenal satu sama lain. Saling kenal antara satu jenis manusia dengan yang lain. Orang muslim berhijrah ke Negara Ahli Kitab, dan diberi keamanan menyebabkan mereka menjadi Muslim minoritas. Satu sisi ada juga orang ahli kitab hijrah ke negara Muslim mayoritas. Maka terjadilah interaksi keduannya. Saling campur antara dua masyarakat dalam satu komunitas. Dan dari sini Beliau berpendapat bahwa peta beragama sudah berubah, tidak seperti zaman dahulu kala.

Maka dari itu, Beliau dalam kitab ini membahas secara khusus tentang "Pertimbangan Maqashid didalam Ijtihad Fiqh, Sisi-sisinya dan Fasenya".

Dalam bab ini Beliau membahas secara khusus tentang pertimbangan Maqashid dalam Ijtihad dengan mengemukakan pendapat Imam Syatibi tentang syarat yang harus dipenuhi oleh Mujtahid dalam mengeluarkan hukum. Beliau mensyaratkan harus dengan adanya pemahaman Maqashid syariah dan mengimplementasikannya.

Satu sisi yang beliau tekankan dalam pembagian pertimbangan Maqashid adalah mempertimbangakan masa depan dan efek-efeknya. Disini Dr. Raisuni berpendapat bahwa Ijtihad itu berdiri diatas pertimbangan masa sekarang dan masa depan secara bersamaan. 

Dalam pengaplikasian modern tentang pertimbangan masa depan adalah permasalahan pencegahan pernikahan orang Islam di Negara Barat dengan wanita Kitabiyyat. Karena untuk sekarang ini kita belum bisa menyimpulkan secara keseluruhan bahwa wanita Kitabiyyat ini akan selalu menjaga Agamanya,dan membebaskan anaknya nanti. Justru yang kita dapati adalah mereka pada nantinya akan merusak akidah suaminya, dan menghancurkan akidah anak-anaknya. 

Maka, Dr. Raisuni disini menjawab bahwa ketidakbolehan menikah beda agama disini bukan dikarenakan eksistensi nikah itu sendiri seperti yang disangkakan oleh Ahli-ahli Fiqh. Justru karena pertimbangan masa depannya seperti yang disebutkan diatas.

Dalam bab ini juga Beliau menyinggung tentang apakah Maqashid Syariah itu ilmu berdiri sendiri ataukah masih mengekor ke Ushul Fiqh?

Jawaban yang pertama adalah datang dari Imam Ibnu Asyur dengan mengatakan bahwa ilmu Maqashid ini berdiri sendiri dan lepas dari Ushul Fiqh. Pendapat ini di kemukakan secara jelas dalam kitabnya Maqashidul Syariah Al-Islamiyyah

Kemudian jawaban yang kedua adalah tidak berpisah, pendapat ini dikemukakan oleh Syekh Bin Bayyah (Ulama asal Mauritania ) di dalam kitabnya "'Alaqatul Maqashid Bi Ushul Fiqh" dengan berbagai permasalahan bersama antara Maqashid dan Ushul Fiqh.

Dalam Politik ( Teori dan Aplikasi ).

Salah satu yang paling penting dari kitab Beliau ini dalam bab tiga yang membahas khusus tentang Kebutuhan Politik Islam terhadap Maqashid Syariah.

Seiring dengan perkembangan zaman yang terus bergulir, kebutuhan manusia akan Politik Islam sangatlah intens. Terbukti setelah adanya Arab spring dikalangan kita (umat islam) sekarang. Banyak kalangan menyatakan ingin merubah keadaan, ingin kebebasan, merubah sistem pemerintahan, dll. mereka menghalalkan segala cara agar semua itu tercapai. Sementara ada sebagian ulama yang memihak kepada pemerintahan yang bejat, dholim dan memberi fatwa untuk memerangi pemberontak dengan argumen  bahwa mereka adalah Khowarij. ( dalam artian diperangi. Red ).

Dr. Raisuni berkata : "Sesungguhnya setiap orang yang mengikuti Politik dan menjalankan politik islam maka seharusnya dia berpijak dengan Maqashid Syariah sebagai Kriteria, Ukuran standar dalam setiap kebijakan yang diambilnya"

Beliau juga menambahkan, apa yang telah terjadi saat ini merupakan buah dari pandangan saling menyalahkan satu sama lain dengan membawa nama Islam dan Politik Islam. Sudah semestinya untuk selalu mendapat perhatian Maqashidi dan Teori Maqashidi.

Dalam melihat konteks ini, Dr. Raisuni memberikan suatu kejadian pada zaman Nabi Muhammad, yaitu tentang Perjanjian Hudaibiyah. Disini adalah perjanjian perdamaian antara kaum Islam dan kaum kafir. Dan disini juga ada sebagian para sahabat menggerutu mengenai pasal dari perjanjian tersebut. Karena jika dilihat secara sekilas memang isi perjanjian ini merugikan umat islam. Intisari dari perjanjian ini kita dapat mengetahui orang Madinah ke makkah tidak diperkenankan ke Madinah, tapi jika orang Makkah ke Madinah maka masih diperbolehkan ke Makkah. Tapi kalau dilihat secara jauh kedepan, justru ini memberi kesempatan orang-orang munafik, musuh dari dalam islam untuk segera meninggalkan Madinah . dan menjadikan Madinah kuat. Satu sisi juga, orang Mekkah yang ke Madinah diperbolehkan ke Mekkah lagi adalah untuk menjaga musuh baru di kota Madinah. Dan pada intinya akan jelas musuh-musuh islam itu sendiri. Akhirnya, kaum islam setelah perjanjian ini mereka menang di dalam Fath Makkah. Subhanalloh.

Dan terkadang kita harus mengalah secara kecil dengan membawa kerugian sementara dan terbatasi. Karena kalau kita melihat secara jauh dan efeknya kedepan justru malah mendapatkan keuntungan dan menenangkan. Dan inilah intisari dari kaidah politik islam dan fiqh yang cerdik.


Rabat , 00:19 WIB
5 Desember 2014

Di tengah hujan gerimis malam.














*Mahasiswa S1 (tahun akhir) Universitas Mohammed V - Rabat. Spesialisasi Fiqh Ushul.

0 komentar:

Posting Komentar